BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak
ada obat yang memenuhi semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman,
semua obat menimbulkan efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan
mungkin berubah sesuai dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang mahal,
tidak stabil, dan sulit diberikan. Karena banyak obat tidak ideal, semua
anggota tim kesehatan harus berlatih “care” untuk meningkatkan efek terapeutik
dan meminimalkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
devinisi dari system saraf otonom?
2. Apasaja
golongan obat sistem syaraf otonom?
3. Bagaimana
mekanisme kerja sistem syaraf otonom?
4. Apa
devinisi dari system saraf pusat?
5. Apasaja
golongan obat system saraf pusat?
6. Bagaimana
mekanisme kerja sistem syaraf pusat?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui devinisi dari system saraf
otonom
2.
Untuk mengetahui golongan obat system saraf
otonom
3.
Untuk memgetahui mekanisme kerja sistem
saraf otonom
4.
Untuk mengetahui devinisi dari sistem saraf
pusat
5.
Untuk mengetahui golongan obat sstem saraf
pusat
6.
Untuk mengetahui mekanisme kerja sistem
saraf pusat
BAB
II
PEMBAHASAN
A. DEVINISI SISTEM SARAF OTONOM
Sistem
saraf otonom (SSO) sering disebut sebagai sistem saraf infolunter atau liseral
karena saraf ini sebagian besar menjalankan fungsinya dengan sedikit kesadaran
terhadap aktivitas yang dilkukan. SSO berkerja sama dengan sistem endokrin, SSO
membantu mengatur dan mengintegrasikan fungsi internal tubuh dalam rentang
normal yang relatif pendek, dari menit ke menit. Sistem saraf pusat
mengintegrasikan bagian sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi untuk
dapat bereaksi secara otomatis terhadap perubahan pada lingkungan internal dan
eksternal. (Amy M. Karch, 2001).
Pengertian
sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang bergantung pada sistem saraf
pusat, dan antara keduanya dihubungkan urat-urat saraf aferen dan eferen. Juga
memiliki sifat seolah olah sebagai bagian sistem saraf pusat, yang telah
bermigrasi dari saraf pusat guna mencapai kelenjar, pembuluh darah, jantung,
paru-paru, dan usus. Karena sistem saraf otonom itu terutama berkenaan dengan
engendalian organ-organ dalam secara tidak sadar, kadang-kadang disebut juga
susunan saraf tidak sadar.
Sistem
saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang mewakili persarafan motorik
dari otot polos, otot jantung dan sel-sel kelenjar. Sistem ini terdiri dari dua
komponen fisiologis dan anatomis yang berbeda, yang saling bertentangan yaitu
sistem simpatik dan parasimpatik.
B.
OBAT-OBAT SISTEM SARAF OTONOM
Obat-obat yang menghasilkan efek
terapeutik utamanya dengan menyerupai atau mengubah fungsi sistem saraf otonom,
disebut obat-obat otomon. Obat-obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom
dibagi dalam dua subgrup sesuai dengan mekanisme kerjanya terhadap tipe neuron
yang dipengaruhi.
1)
Agonis kolinergik
Agonis kolinergik meniru efek
asetilkolin dengan cara berikatan langsung pada kolinoseptor. Obat ini adalah
ester sintetik kolin, seperti karbakol dan betanekol, atau alkaloid alam
seperti pilokarpin.
a)
Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja
langsung mempunyai masa kerja lebih lama dibandingkan asetilkolin. Beberapa
diantaranya yang sangat bermanfaat dalam terapi (pilokarpin dan betanekol)
lebih mudah terikat pada reseptor muskarinik dan kadang-kadang dikenal sebagai
obat muskarinik. Namun demikian, sebagai satu grup, maka agonis yang bekerja
langsung ini menunjukkan kurang spesifik dalam kerjanya, yang sudah tentu akan
membatasi penggunaan klinisnya.
·
Asetilkolin
Adalah suatu senyawa amonium
kuartener yang tidak mampu menembus membran. Walaupun sebagai suatu
neurotransmitter saraf parasimpatis dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini
kurang penting karena beragam kerjanya dan sangat cepat di-inaktifkan oleh
asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik. Kerjanya
termasuk :
ü Menurunkan denyut jantung dan curah
jantung
ü Menurunkan tekanan darah
Asetilkolin juga mempunyai kerja
lain seperti pada saluran cerna, asetilkolin dapat meningkatkan sekresi saliva,
memacu sekresi dan gerakan usus. Sekresi bronkial juga dipacu. Pada saluran
genitourinaus, tonus otot detrusor urine juga ditingkatkan. Pada mata,
asetilkolin memacu kontraksi otot siliaris untuk melihat dekat dan menkontriksi
otot sfingter pupil sehingga timbul miosis.
·
Betanekol
Mempunyai struktur yang berkaitan
dengan asetilkolin; asetatnya diganti dengan karbamat dan kolinnya
dimetilasi.kerja nikotiniknya kecil atau tidak ada sama sekali, tetapi kerja
muskariniknya sangat kuat. Masa kerjanya berlangsung sekitar 1 jam
Kerja :memacu
langsung reseptor muskarinik, sehingga tonus dan motilitas usus meningkat, dan
memacu pula otot detrusor kandung kemih sementara trigonum dan sfingter kemih
melemas, sehingga urin terpencar keluar.
Aplikasi terapi : untuk pengobatan urologi, obat
ini digunakan untuk memacu knadung kemih yang mengalami atoni (atonis bladder)
terutama retensi urin pasca persalinan dan pasca bedah non-obstruksi.
Efek samping : dapat menimbulkan pacuan
kolinergik umum. Termasuk dalam pacuan ini adalah keringat, salivasi,
kemerahan, penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen, diare dan
bronkospasme.
·
Karbakol
(karbamikolin)
Bekerja sebagai muskarinikmaupun
nikotinik.
Kerja : berefek sangat kuat terhadap
sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan karena aktivitas pacu ganglion-nya
dan mungkin tahap awalnya memacu dan kemudian mendepresi sistem tersebut.
Penetesan lokal pada mata, dpat meniru efek asetilkolin yang menimbulkan
miosis.
Penggunaan terapi : karena potensi tinggi dan masa
kerja yang relatif lama, maka ibat ini jarang digunakan untuk maksud terapi,
kecuali pada mata sebagai obat miotikum untuk menyebabkan kontraksi pupil dan
turunnya tekanan dalam bola mata.
Efek samping : jika diberikan dalam dosis
oftalmologi maka efek sampingnya kecil atau tidak ada sama sekali.
·
Pilokarpin
Menunjukkan kativitas muskarinik dan
terutama digunakan untuk oftalmologi
Kerja : dapat menimbulkan miosis dengan
cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme
akomodasi, da penglihata akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk
memfokus suatu objek. Pilokarpin adalah salah satu pemacu sekresi kelenjar
keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunkan untuk maksud
demikian.
Penggunaan terapi : merupakan obat terpilih dalam
keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bola matabaik glaukoma bersudut
sempit maupun bersudut lebar
Efek samping : pilokarpin dapat mencapai otak
dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang
berlebihan.
b)
Inhibitor kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting
yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan
asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik,
neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting karena berfungsi
untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini bereaksi
dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan
obat-obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan
sebagai Inhibitor Ireversibel.
a.
Antikolinesterase
Reversibel
Obat ini
dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh
obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini yaitu :
·
Fisotigmin
Merupakan
substrat yang relatif stabil yang berfungsi meng-inaktifkan secara reversible
asetilkolinesterase. Akibatnya terjadi potensiasi aktivasi kolinergik diseluruh
tubuh.
Kerja : lama
kerja sekitar 2-4 jam, dapat mencapai dan memacu SSP.
Penggunaan
terapi : obat ini meningkatka gerakan usus dan kandung kemih, sehingga berkhasiat
untuk mengobati kelumpuhan kedua organ tersebut.digunakan pula untuk mengobati
kerja antikolinergik yang berlebihan seperti atropin dalam dosis berlebihan,
fenotiazin, dan obat antidepresi trisiklik.
Efek samping : efek
terhadap SSP menimbulkan kejang bila diberikan dalam dosis besar. Dapat terjadi
juga bradikardia. Efek jarang ditemukan bila digunakan dalam dosis teraupetik.
·
Neostigmin
Suatu
senyawa sintetik yang dapat menghambat asetilkolinesterase secara reversible
seperti fisotigmin, tetapi lebih polar dan oleh sebab itu tidak dapat masuk
dalam SSP. Masa kerjanya 2-4 jam. Neostigmin juga bermanfaat sebagai simtomatik
pada mistenia gravis, suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
antiboditerhadap reseptor nikotinik yang terikat pada reseptol asetilkolin dari
sambungan neuromuskular. Efek samping berupa salivasi, muka merah, dan pans,
menurunnya tekanan darah, mual, nyeri perut, diare dan bronkospasme.
·
Piridogstimin
Penghambat
kolinesterase lain yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang miastenia
gravis. Masa kerjanya lebih panjang (3-6 jam) dari neogstigmin (2-4 jam)
·
Edrofonium
Kerja obat
ini mirip dengan neostigmin, kecuali obat ini lebih cepat diserap dan masa
kerjanya lebih singkat (sekitar 10-20 menit). Edrofonium amin kuartener dan
digunakan untuk mendiagnosis miastenia gravis. Injeksi intravena edrofonium
menyebabkan peningkatan kekuatan otot dengan cepat. Kelebihan dosis dari obat
ini harus diperhatikan karena mungkin menimbulkan krisis kolinergik. Atropin
adalah antidotumnya.
2) Antikolinesterase Irreversibel
Sejumlah
senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk melekat secara kovalen
pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek asetilkolin pada semua
tempat pelepasannya. Kebanyakan dari obat ini sangat toksik dn dikembangkan
hanya untuk keperluan militer sebagai racun saraf. Senyawa turunannya seperti
paration digunakan sebagai inteksida.
·
Isoflurofat
Mekanisme
kerja : merupakan organofosfat yang terikat secara kovalen pada serin-OH pada
sisi aktif asetilkolinesterase. Sekali terikat, maka enzim menjadi tidak aktif
secara permanen, dan restorasi (pemulihan kembali) aktivitas
asetilkolinesterase memerlukan sintesis molekul enzim baru. Setelah terjadi
modifikasi kovalen asetilkolinesterase, maka enzim yang terfosforisasiakan
melepas secara perlahan satu gugus isopropilnya. Kehilangan satu gugus alkil,
yang sering disebut sebagai penuaan, menjadi sulit sekali bagi reaktivator
kimia seperti pralidoksim, untuk memecah ikatan antara sisa obat dan enzim.
Obat saraf yang baru, ditujukan untuk militer, bekerja setelah beberapa menit
atau detik, sedangkan DFP dalam 6-8 jam.
Kerja : kerja
obat ini meliputi pacuan kolinergik umum, kelumpuhan fungsi motor (yang
menimbulkan kesulitan bernapas), dan kejang. Isoflurofat menimbulkan pula
miosis kuat dan bermanfaat terapeutik. Atroin dosis besar mampu melawan semua
efek muskarini dan efek sentral Isoflurofat.
Penggunaan
terapi : bentuk salep mata obat ini digunakan secara topikal dalam jangka panjang
pada pengobatan glaukoma sudut terbuka. Efeknya berakhir mendekati satu minggu
setelah penetesan tunggal. Ekotiofat adalah obat baru yang terikat pula secara
kovalen pada asetilkolinesterase. Kegunaanya sama seperti Isoflurofat
Reaktivasi
asetilkolinesterase : pralidoksim (PAM) adalah senyawa piridium sintetik
yang mampu mengaktifkan kembali asetilkolinesterase yang terhambat.
2)
Antagonis
Kolinergik
Antagonis
kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik)
mengikat kolinoreseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler diperntarai
reseptor seperti lazimnya. Yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah
menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif.oleh karena
itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis
muncul tanpa imbangan.
·
Obat
antimuskarinik
Obat
golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja menyekat reseptor
muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat
ini menyekat sedikit perkeualian neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti
saraf simpatis yang menuju kelenjar keringat. Bertentangan dengan obat agonis
kolinerik yang kegunaan teraupetiknya tebatas, maka obat penyekat kolinergik
ini sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi klinis. Karena obat ini
tidak menyekat nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak
mempengaruhi smbungan saraf otot rangka atau ganglia otonom.
·
Atropin
Atropin, alkaloid
belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarink, dimana obat ini
terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya
di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di snetral
maupun saraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali
bila diteteskan kedalam mata, maka kerjanya sampai berhari-hari.
Kerja :
ü Mata :
atropin meyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingg menimbulkan
midriasis, mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidak
mampuan untuk memfokuskn penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaukoma,
tekanan intraokular akan meninggi secara membahayakan.
ü Gastrointestial
: atropin digunakan sebagai obat antispsmodik untuk mengurangi aktivitas
saluran cerna.
ü Sistem kemih
: atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih.
Obat ini kadang-kdang masih dipakai untuk kasus enuresis (buang air seni tanpa
disadari). Tetapi obat agoni adrenergik alfa mungkin jauh lebih efektif dengan
efek samping yang sedikit.
ü Kardiovaskuler
: atropin menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskuler,
tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah
penurunan denyut jantung (brakardia). Pada dosis tinggi, reseptor jantung pada
nodus SA disekat, dan denyut jantung sedikit bertambah (takkikardia). Dosis
sampai timbul efek ini sedikitnya 1 mg atropin, yang berarti sudah termasuk
dosis tinggi dan pemberian biasanya. Tekanan darah arterial tidak dipengaruh tetapi
padatingkat toksik, atropin akan mendilatasi pembuluh darah di kulit.
ü Sekresi :
atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan
mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin.
Kelenjar keringat dan kelenjar air mata terganggu pula. Hambatan sekresi pada
kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi.
Penggunaan
terapi :
1. Oftalmik :
pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midratik atau siklopegik dan
memunginkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan oleh kapasitas
akomodasi mata. Atropin mungin menimbulkan suatu serangan pada individu yang
menderita glaukoma sudut sempit.
2. Obat
antipasmodik : atropin digunakan sebagai obat antiplasmodik untuk melemaskan
saluran cerna dan kandung kemih.
3. Antidotum
untuk aginis kolinergik : atropin digunakan untuk mengobati kelebihan dosis
organofosfat (yang megandung insektisida tertentu) dan beberapa jenis keracunan
jamur ( jamur tertentu yang megandung substansi kolinergik). Kemampuan obat ini
masuk kedalam SSP sangat penting sekali. Atropin menyekat efek asetilkolin yang
berlebihan akibat dari hambatan terhadap asetilkolinesterase oleh obat-obatan
seperti fisostigmin.
4. Obat
antisekretori : suatu obat kadang diperlukan sebagai antisekretori guna menghentikan
sekresi pada saluran napas atas dan bawah sebelum dilakukan suatu operasi
Farmakokinetik : atropin
mudah diserap, sebagian dimetabolisme didalam hepar, dan dibuang dari tubuh
terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.
Efek samping
: tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan
mengabur, mata rasa berpasir (sandy eyes), takikardia, dan konstipasi. Efeknya
terhadap SSP termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin
berlanjut mnejadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan kematian.
Pada individu yang lebih tua, pemakaian atropin dapat menimbulkan midrasis dan
sikloplegi dan keadaan ini cukup gawat karena dapat menyebabkan serangan
glaukomaberulang setelah menjalani kondisi tenang.
·
Skopolamin
Skolapomin,
alkaloid beladona lainnya, dapat menimbulkan efek tepi yang sama dengan efek
atropin. Tetapi efe skopolamin lebih nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih
lama dibandingkan atropin.
Efek :
skopolamin merupakan salah satu obat anti mbauk perjalanan yang paling efektif.
Obat ini menimbulkan pula efek penumpulan daya ingat jangka pendek. Bertolak
belakang dengan atropin, obat ini menyebabkan sedasi, rasa megantuk, tetapi
pada dosis yang lebih tinggi bahkan menimbulkan kegelisahan/kegaduhan.
Penggunaan
terapi : walaupun mirip dengan atropin, indikasi obat ini terbatas pada
pencegahan mabuk perjalanan (obat ini memang sangat efektif) dan penumpulan
daya ingat jangka pendek.
Farmakokinetik
dan efek samping : aspek ini persis sama seperti atropin
·
Ipratropium
Penyedotan
Ipratropium, suatu turunan kuartener atropin, bermanfaat untuk pengobatan asma
dan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) pada pasien yang tidak cocok menelan
agonis adrenergik.
a.
Penyekat
ganglionik
Obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia simpatis
maupun parasimpatis dan tidak efektif sebagai antagonis neuromuskular. Oleh
karena itu, obat ini menghentikan semua keluaran sistem saraf otonom pada
reseptor nikotinikrespon yang teramati memang kompleks dan sulit diduga,
sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang selektif. Obat penyekat ganglionik
jarang digunakan untuk maksud terapi saat ini. Tetapi obat ini ering digunakan
sebagai alat dalam eksperimen farmakologi.
·
Nikotin
Satu
komponen dalam roko sigaret, nikotin memiliki sejumlah kerja yang kurang
menyenangkan. Tergantung pada dosis, ikotin mendepolarisasi ganglia,
menimbulkan pertama kali gejala pacuan dan kemudian diikuti oleh paralisis dari
semua ganglia. Efek pacunya kompleks, termasuk peningkatan tekanan darah,
pertambahan denyut jantung ( akibat pelepasan transmitter dari ujung saraf
adrenergik dan medula adrenalis ), serta peningkatan peristaltis dan sekresi.
Pada dosis lebih tinggi, teanan darah justru menurun karena penyekatan
ganglionik, dan aktivitas saluran cerna otot-otot kandung kemih terhent.
·
Trimetafan
Trimetafan
adalah obat penyekat ganglionik nikotinik bekerja singkat dan bersifat
kompetitif yang harus diberikan secara infus intravena. Saat ini trimetafan
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dalam keadaan darurat seperti
hipertensi yang disebabkan oleh edema paru atau pecahnya aneurisma aorta bila
obat lain tidak dapat digunakan.
·
Mekamilamin
Mekamilamin
menyekat kompetitif ganglia nikotinik. Lam kerjanya berkisar 10 jam setelah
pemberian tunggal. Ambilan obat melalui penyerapan oral baik, berbeda dengan
trimetafan.
b.
Obat
penyekat neuromuskular
Penyekat
neuromuskular bermanfaat secara klinik selama opersi guna melemaskan otot
secara sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang sebanding dalam
melemaskan otot. Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog dengan
asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe nondepolarisasi) maupun
agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan sambungan
neuromuskular.
·
Penyekat
nondepolarisasi (kompetitif)
Obat pertama
yang mampu menyekat sambungan neuromuskular otot rangka adalah kurare, yang
dipake oleh pemburu alam didaerah amazon Amerika Selatan untuk melumpuhkan
binatang buruannya. Obat tubokuarin akhirnya dimurnikan dengan baikdan
dikenalkan dalam klinik pada awal tahun 1940-an. Obat penyekat neuromuskilat
jelas mempertinggi tinggkat keamanan anastesi yang dibutuhkan untuk sampai
ketingkat melemaskan otot tidak perlu terlalu banyak.
Mekanisme
kerja : pada dosis rendah obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi
bergabung dengan reseptor nikotinik dan mencegah pengikatan asetilkolin. Obat
ini justru mencegah depolarisasi membran sel otot yang menghambat kontraksi
otot. Karena obat ini bersaing dengan aetilkolin pada reseptor, maka disebut
penyekat kompetitif. Kerjanya dapat dimusnahkan dengan memperbanyak kadar
asetilkolin pada cela sinaptik, sebagai contoh pemberian obat penghambat
kolinesterase seperti neostigmin atau edrofonium. Ahli anastesi sering
menggunakan strategi ini untuk mempersingkat lama penyekatan neuromuskular.
Pada dosis tinggi penyekat nondepolarisasi menghadang kanal ion pada cekungan.
Keadaan ini menyebabkan pelemahan transmisi neuromuskular lebih lanjut dan
mengurangi kemampuan obat penghambat asetilkolinesterase untuk menghilangkan
kerja obat pelemas otot nondepolarisasi.
Efek : tidak
semua otot sama pekanya terhadap penyekatan oleh obat penyekat kompetitif.
Otot-otot kecil yang berkontraksi cepat pada muka dan mata sangat peka sekali
dan dilumpuhkan pertama kali, kemudian diikuti oleh otot jari-jari. Setelah itu
otot tungkai dan lengan, lher, dan batang tutbuh dilumuhkan, kemudian otot sela
iga terganggu dan terakhir otot diafragma lumpuh.
Penggunaan
terapi : obat penyekat ini digunakan dalam terapi sebagai obat pelengkap dalam
anastesi selama operasi guna melemaskan otot rangka.
Farmakokinetik : obat ini
sulit menembus membran dan tidak mauk kedalam sel atau melintasi sawar darah
otak. Kebanyakan obat ini tidak dimetabolisme; kerjanya diakhiri dengan cara
penyebaran kembali. Sebagai contoh, tubokuarin, pankuronium, mivakurium, metokurin
dan doksakurium diekskresikan kedalam urin dalam bentuk utuh. Atrikurium
dihancurkan spontan didalam plasma dan dengan hidrolisis ester. Obat
aminosteroid (vekuronium dan rokuronium) di-deastilasi dalam hati, dan
bersihannya akan memanjang pada pasien dengan penyakit hepar. Obat ini
diekskresi dalam bentuk utuh kedalam empedu.
Interaksi obat : penghambat kolinesterase, anestesi
hidrokarbon berhalogen, antibiotika aminoglikosida, penyekat kanal kalsium.
·
Obat
depolarisasi
Mekanisme
kerja : tidak seperti asetilkolin yang segera dirusak oleh asetilkolinesterase,
maka obat depolarisasi ini kadarnya teteap tinggi dalam celah sinaptik dan
tetap melekat pada reseptor dalam jangka waktu yang relatif lama, dan terus
menerus memacu reseptor.
Efek : urutan kelumpuhan
ungkin sedikit berbeda, tetapi sebagaimana yang terjadi pada penyekat
kompetitif, otot-otot pernapasan limpuh belakangan. Suksinilkolin mengawali
efeknya dengan lumpuh dalam beberapa menit. Obat ini tidak menyebabkan
penyekatan ganglion, kecuai pada dosis tinggi, walaupun sebenarnya obat ini
memacu secara lemah pelepasan histamin. Dalam keadaan normal, lama kerja
suksinilkolin sangat singkat, karena obat ini cepat sekali dirusak oleh
kolinesterase dalam plasma.
Penggunaan
terapi : karena mula kerjanya cepat dan lama kerja singkat, suksisnilkolin
berguna sewaktu intubasi endotrakeal cepat dibutuhkn selama induksi anastesi.
Obat ini digunakan juga selama terapi syok elektrokonvulsif (ECT).
Farmakokinetik :
suksisnilkolin disuntikkan intravena. Kerjanya yang sangat singkat (beberapa
menit saja) disebabkan oleh hidrolisis cepat kolinesterase dalam plasma. Oleh
karena itu, obat ini biasanya diberikan dalam bentuk nfus terus menerus.
Efek samping :
ü Hipertermia
: bila halotan digunakan sebagai anastesi, maka pemberian suksinilkolin
terkadang menyebabkan hipertemia sangat berat pada orang yang dasar genetiknya
peka.
ü Apnea :
pasien yang dasar genetiknya berkaitan dengan defisiensi kolinesterase plasma
atau adanya bentuk atipikal dari enzim tersebut sering terjadi apnea (tidak
dapat bernapas) karena kelumpuhan otot diafragma.
c.
Agonis
adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf
adrenergik. Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini
beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik
juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini
bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor
adrenergik β. Obat agonis adrenergi memiliki 3 mekanisme kerja yaitu:
1. Agonis
bekerja langsung : yaitu obat-obat yang bekerja lngsung pada reseptor α dan β
dengan menimbulkan efek mirip pacuan saraf simpatis atau pelepasan hormon
epinefrin dari medula adrenalis, contoh obat agonis yang bekerja langsung :
·
Epinefrin
epinefrin berinteraksi terhadap reseptor α dan β. Pada dosis rendah, efek β
(vasodilatasi) pada sistem vaskular menonjol sekali, sedangkan pada dosis
tinggi, efek α (vasokontriksi) menjadi efek terkuat.
Kerja : kerja
utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskuler. Senyawa ini memperkuat daya
kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif: kerja β1). Oleh
sebab itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dar efek ini maka kebutuhan
oksigen otot jantung meningkat juga. Epinefrin mengkontriksi areriol dikulit,
membran mukosa dan visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah kehati dan
otot rangka (efek β2). Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena
itu, efek kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama
dengan sedikit penurunan tekanan diastolik yang akhirnya menimbulkan refleks
perlambatan jantung.
Respirasi : epinefrin
menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronus
(kerja β2). Kerja ini sangat membantu semua keadaan bronkokontriksi
karena reaksi alergi atau pacu histamin. Pada kasus syok anafilaksis, obat ini
dapat menyelamatkan nyawa.
Hiperglikemia : epinefrin
mempunyai efek hiperglikemia yang khas karena terjadinya glikogenolisis didalam
hepar (efek β2) peningkatan pelepasan glukogen (efek β2)
dan menurunkan pelepasan insulin (efek α2). Efek demikian
diperantarai oleh AMP.
Lipolisis : epinefrin
mengawali lipoisis melalui aktivitas agonisnya pada reseptor beta jaringan
lemak, yang pada stimulasi, mengaktifkan adenili siklase untuk meningkatkan
kadar cAMP. cAMP ini kemudian memacu suatu lipase sensitif hormon yang
selanjutnya menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas dan
gliserol.
Biotransformasi : epinefrin
seperti katekolamin lainnya, dimetabolisme oleh 2 jalur enzimatik: COMT yang
memiliki S-adenosilmetionin sebagai kofaktor, dan MAO. Hasil metabolit kahir
yang dijumpai dalam urin adalah metanefrin dan asam vanilimendelat.
Penggunaan
terapi :
ü Bronkospasme
: epinefrin merupakan obat utama yang digunakan untuk pengobatan gawat setiap
kondisi saluran napas yang ditandai oleh bronkokontriksi dengan kesulitan
bernapas.
ü Glaukoma :
pada oftalmologi, larutan epinefrin 2% dapat digunakan secara topikal untuk
mengurangi tekanan dalam bola matapada glaukoma sudut terbuka. Obat ini mapu
mengurangi produksi cairan humor dengan memvasokontriksi pembuluh darah badan
siliaris.
ü Syok
anafilatik : epinefrin merupakan obat pilihan untuk pengobatan reaksi
hipersensitif tipe 1 dan responnya terhadap alergen.
ü Pada
anastesi : larutan anastesi lokal biasanya megandung 1:100.000 bagian
epinefrin. Efeknya nyata sekali dalam memperpanjang kerja anastesi lokal.
Farmakokinetik : epinefrin
mempunyai awitan cepat, tetapi masa kerjanya singkat.
Efek samping :
Gangguan SSP
: akibat epinefrin termasuk kecemasan, ketakutan, tegang, sakit kepala dan
tremor.
ü Pendarahan :
obat ini dapat memacu pendarahan didalam otak akibat dari naiknya tekanan darah
secara nyata.
ü Aritmia
jantung : obat ini dapat pula memacu aritmia jantung, terutama bagi pasien yang
sedang mendapat digitalis
ü Edema paru :
epinefrin dapat menimbulkan edema baru.
Interaksi
Hipertiroidisme : epinefrin akan mempercepat kerja
kardiovaskuler pada pasien hipertiroidisme, bisa digunakan kecuali dosis obat
dikurangi.
Kokain : bila
didalam tubuh terdapat kokain, maka epinefrin akan menambah efek
kardiovaskulernya.
·
Norepinefrin
Obat ini
akan memacu semua tipe reseptor adrenergik. Namun dalam kenyataannya, bila obat
ini diberikan pada manusia dalam dosis terapi, maka reseptor adrenergik α saja
yang paling dipengaruhi.
Kerja
kardiovaskuler :
ü Vasokontriksi
: norepinefrin menyebabkan kenaikan tahanan perifer akibat vasokontriksi
kuat hampir semua lapangan vaskular, termasuk ginjal.
ü Refleks
baroreseptor : pada preparat jaringan jantung terpisah, norepinefrin akan
memacu kontraktilitas jantung; namun secara invivo, pacuan ini hanya ringan
sekali bila ada.ha in akibat dari peningkatan tekanan darah yang emacu suatu
refleks berkaitan dengan aktivitas vagal melalui pacuan baroreseptor.
ü Efek
praterapi atropin : bila atropin diberikan sebelum norepinefrin, maka pacuan
norepinefrin jelas akan menimbulkan takikardia.
Penggunaan terapi
norepinefrin
digunakan untuk pengobatan syok karena kemampuannya menaikkan tahanan tepi dan
oleh karena itu menaikkan tekanan darah; namun demikian dopamin ternyata lebih
baik, karena tidak mengurangi aliran darah keginjal seperti norepinefrin.
·
Isoproterenol
Bekerja
langsung yang terutama memacu reseptor β1 dan β2.
Kerja :
ü Kardiovaskular
: pacuan obat ini seaktif epinefrin sehingga bermanfaat pada pengobatan blok
antrioventrikular atau henti jantung. Isoproterenol mendilatasi pula arteriol
otot rangka (kerja β2.), sehingga mengurangi tahanan perifer. Karena
kerja pacu jantungnya, obat in mungkin enaikkan sedikit tekanan sistol, tetapi
sangat menurunkan tekanan arteri rerata dan tekanan diastolik.
ü Paru-paru :
isoproterenol seaktif epinefrin dan cepat melegakkan seranan asma akut, bila
diberikan secara inhalasi/sedotan. Kerja ini berakhir sekitar 1 jam dan sesudah
itu dosis dapat diulangi kembali.
ü Efek lainnya
: terhadap reseptor β, seperti peningkatan kadar gula darah dan lipolisis dapat
dibuktikan, tetapi secara klinik efek ini tidak jelas.
Penggunaan
terapi : isoproterenol sekarang jarang digunakan sebagai obat bronkodilator pada
asma.
Farmakokinetik
: diserap
secara sistemik oleh mukosa sublingual tetapi lebih nyata diserap secara
parental atau sedotan aerosol.
Efek samping
: mirip
sekali dengan efek samping epinefrin.
·
Dopamin
Dopamin
dapat mengaktifkan reseptor adrenergik α dan β. Sebagai contoh, pada dosis
tinggi obat ini menimbulkan vasokontriksi dengan mengaktifkan reseptor α,
sebaliknya pada dosis rendah, obat akan memacu reseptor jantung β.
·
Dobutamin
Kerja : adalah
suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung yang merupakan agonis reseptor β1.
Obat ini tersedia dalam bentuk campuraan resemik.
Penggunaan
terapi : dobutamin digunakan untuk meningkatkan curah jantung pada gagal jantung
kongestif.
Efek samping
: dobutamin
perlu diperhatikan bila diberikan pada pasien dengan fibrilasi atrial, karena
obat ini meningkatkan konduksi atrioventrikular. Efek samping lainnya mirip
dengan efek samping epinefrin.
·
Fenilefrin
Fenilefterin
adalah obat adrenergik sintetik langsung yang terutama mengikat reseptor α2.
Fenilefterin adalah suatu vasokontriktor yang mampu meningkatkan tekanan
sistolik maupun diastolik. Efeknya terhadap jantung langsung tidak ada, tetapi
memacu refleks bradikardia bila diberikan parental. Obat ini digunakan untuk
enaikkan tekanan darah dan menghentikan serangan tarikardiasupraventrikular.
Dosis besar dapat menyebabkan sakit kepala hipertensif dan ketidakteraturan
jantung.
·
Metoksamin
Metoksamin
adalah obat adrenergik sintetik bekerja langsung yang mengikat reseptor alpha,
terlebih lagi reseptor α1 dan α2. Obat ini digunakan juga
untuk menanggulangi hipotensi selama operasi yang memperoleh anastesi halotan.
Obat ini cenderung tidak memacu aritmia jantung pada pasien yang disensitisasi
anastesi umum halotan. Efek samping yang terjadi berupa sakit kepala
hipertensif dan muntah-muntah.
·
Kionidin
Kionidin
adalah agonis α2 yang digunakan pada hipertensi esensial untuk
menurunkan tekanan darah karena kerjanya pada SSP. Obat ini dapat digunakan
juga untuk mengurangi gejala yang timbul akibat putus obat opiat atau
benzodiazepin.
·
Metaproterenol
Obat ini dapat idberikan peroral atau inhalasi. Obat ini bekerja terutama
pada reseptor β2, menimbulkan efek ringan pada jantung. Obat ini
menyebabkan dilatasi bronkiolus dan memperbaiki fungsi aliran udara. Obat ini
berfungsi sebagai bronkodilator pada pengobatan asma dan melegakan
bronkospasme.
·
Terbutalin
Tetrabulin yang bersifat lebih selektif daripada metaproterenol dan masa
kerjanya lebih lama. Obat ini diberikan baik secara oral ataupun subkutan.
Digunakan sebagai bronkodilator dan mengurangi kontraksi rahim pada persalinan
prematur.
·
Albuterol
Albuterol
adalah agonis β2 selektif yang sifatnya mirip sekali dengan
tetrabutalin. Obat ini banyak dignakan sebagai inhalan untuk mengatasi
bronkospasme.
2.
Agonis
adrenergik bekerja tidak langsung
Obat-obat
ini memperkuat efek norepinefrin endogen, tetapi tidak langsung mempengaruhi
reseptor pasca sinaptik.
·
Amfetamin
Amfetamin sering diduga hanya bekerja sebagai pacu sentral kuat saja oleh
pecandu penyaahgunaan obat. Sebenarnya obat ini dapat menaikkan tekanan darah
dengan jelas karena kerja agonis α-nya pada pembuluh darah sebagaimana juga
efek pacu β-nya pada jantung.
·
Tiramin
Tiramin tidak digunakan dalam klinik, tetapi banyak ditemukan dalam makanan
fermentasi, seperti keju dan anggur chianti. Obat ini adalah produk normal dari
hasil metabolisme tirosin.
3.
Agonis
adrenergik bekerja ganda
·
Efedrin
Efedrin adalah alkaloid tumbuhan, tetapi sekarang dapat dibuat secara
sintetik. Obat ini adalah obat adrenergik bekerja ganda, berarti tidak saja
melepas simpanan norepinefrin dari ujung saraf, tetapi mampu pula memacu
langsung reseptor α dan β. Oleh karena itu, sejumlah besar kerja adrenergik
yang muncul sering sekali dengan efek epinefrin, walaupun sedikit lebih lemah.
·
Metaraminol
Metaraminol adalah obat adrenergik
yang bekerja ganda dengan kerja yang mirip norepinefrin. Obat ini digunakan
pada pengobatan syok dan untuk mengatasi hipotensi mendadak.
2.
Antagonis
adrenergik
Antagonis adrenergik mengikat
adrenoseptor tetapi tidak menimbulkan efek intraseluler yang diperantarai
reseptor seperti lazimnya.
1) Obat
penyekat adrenergik α
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor α sangat
mempengaruhi tekanan darah.
·
Fenoksibenzamin
Kerja fenoksibenzamin ini berakhir sekitar 24 jam
setelah pemberian tunggal. Setelah obat disuntikkan,belum erjadi penyekatan
beberapa jam karena molekul harus dibiotransformasi lebih dulu menjadi bentuk
aktif.
Kerja :
ü Efek
kardiovaskular : penurunan resistensi perifer ini menimbulkan refleks
takikardia. Lebih jauh kemampuan untuk menyekat reseptor α2
presinaptik pada jantung justru menimbulkan peningkatan curah jantung.
ü Reversal
epinefrin : fenoksibenzamin tidak mempunyai efek terhadap kerja isoproterenol
yang murni sebagai agonis β.
Penggunaan terapi :
fenoksibenzamin digunakan untuk pengobatan feokromositoma, tumor pensekresi
katekolamin sel-sel yang berasal dari medulla adrenalis.
Efek samping :
fenoksibenzamin dapat menyebabkan hipotensi postural, sumbatan hidung, mual dan
muntah.
·
Fentolamin
Kebalikan dari fenoksibenzamin, fentolamin menimbulkan penyekatan
kompetitif terhadap reseptor α1 dan α2. Kerja obat ini
berakhir setelah 4 jam pemberian tunggal. Fentolamin digunakan juga untuk
terapi feokromositoma dan keadaan klinis lainnya ditandai dengan pelepasan
katekolamin berlebihan.
·
Prazosin,
terazosin, dan doksazosin
Efek
kardiovaskuler : prazosin dan terazosin menurunkan resistensi
vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan melemaskan otot
polos arteri dan vena.
Penggunaan
terapi :dosis awal obt ini menimbulkan respons hipotensi yang berlebihan bahkan
menimbulkan sinkop(pingsan). Kerja demikian disebut sebagai “efek dosis awal”,
dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis awal tersebut menjadi 1/3 atau
¼ dari dosis normal, dan obat diberikan menjelang tidur.
Efek samping
: parazosin
dan terazosin mungkin menyebabkan pusing, kehilangan tenaga, hidung tersumbat,
sakit kepala, megantuk, dan hipotensi ortostatik.
3.
Obat penyeka
adrenergik β
Semua obat penyekat β yang digunakan dalam klinik bersifat antagonis
kompetitif.
·
Propranolol:
suatu antagonis- β non-selektif
Kerja :
kardiovaskular, vasokonstriksi perifer, bronkokonstriksi, peningkatan retensi
natrium, menghambat kerja isoproterenol.
Efek terapi : memberikan
terapi pada hipertensi, glaukoma, migren, hipertiroid, angina pektoris, infark
miokardial.
Efek samping :
bronkokonstriksi, aritmia, gangguan seksual, gangguan metabolisme, interaksi
obat.
·
Timolol dan
nadolol: antagonis- β non-selektif
Timolol menyekat juga adrenoseptor β1 dan β2 dan leih
kuat dari propranolol. Nadolol kerjanya sangat panjang. Nadolol mengurangi
produksi cairan humor mata dan digunakan secara topikal pada pengobatan
glaukoma sudut terbuka menahun, dan dapat pula sesekali digunakan untuk
pengobatan sistemik hipertensi.
·
Asebutolol,
atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis β selektif
Kerja : obat-obat
penyekat – β menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan meningkatkan
toleransi latihan fisik dan angina.
Penggunaan terapi dan hipertensi : karena
obat-obat ini mempunyai efek kecil sekali terhadap reseptor β2
vaskuler perifer, maka kedinginan anggota tubuh, suatu efek samping yang sering
muncul pada terapi penyekat-β sangat jarang terjadi.
·
Pindolol,
dan asebutolol
antagonis dengan aktivitas agonis parsial
Kerja : pada
kardiovaskular asebutolol dan pindolol bukan penyekat murni; melainkan
mempunyai kemampuan memacu dengan lemah sekali reseptor β1 dan β2
dan oleh karena itu disebut memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik. Serta
pengurangan efek metabolik.
·
Labetalol
penyekat α dan β
Kerja : obat ini
tidak mengganggu kadar lipid atau glukosa darah alam serum.
Penggunaan terapi pada hipertensi : labetalol
berguna untuk pengobatan pasien hipertensi berusia tua. Labetalol dapat
digunakan sebagai obat alternatif terhadap hidralazin untuk pengobatan
hipertensi akibat kehamilan.
Obat-obat
yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali neurotransmitter
·
Reserpin
Awal kerja obat ini lambat timbul tetapi masa kerjanya panjang. Bila obat
dihentikan kerjanya menetap selama beberapa hari.
·
Guanetidin
Obat ini sekarang jarang digunakan untuk pengobatan hipertensi karena
sering menimbulkan hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi seksual pada
lelaki.
·
Kokain
Kokain adalah unik diantara anastesi lokal yang mampu menyekat enzim ATPase
diaktifkan Na dan K melintas membran sel neuron adrenergik. Akibatnya,
norepinefrin menumpuk dalam ruang sinaptik, menimbulkan bertambahnya aktivitas
simpatetik dan memperkuat kerja epinefrin dan norepinefrin. Oleh karena itu,
dosis kecil katekolamin mampu menimbulkan efek yang diperkuat pada pasien yang
menelan kokain dibanding yang tidak menelannya.
C. DEVINISI SISTEM SARAF PUSAT
Sistem saraf pusat (SSP) adalah
pusat pengolahan untuk sistem saraf. Menerima informasi dari dan mengirimkan
informasi ke sistem saraf perifer. Dua organ utama Sistem saraf pusat adalah
otak dan sumsum tulang belakang. Otak memproses dan menafsirkan informasi
sensorik yang dikirim dari sumsum tulang belakang. Baik otak dan sumsum tulang
belakang dilindungi oleh tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges.
Dalam sistem saraf pusat adalah
sistem rongga berongga disebut ventrikel. Jaringan rongga terkait pada otak
(ventrikel serebral) yang kontinu dengan saluran pusat sumsum tulang belakang.
Ventrikel diisi dengan cairan serebrospinal yang diproduksi oleh epitel khusus
yang terletak di dalam ventrikel disebut pleksus koroid. Cairan serebrospinal
mengelilingi, sebagai bantalan, dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang
dari cedera. Hal ini juga membantu dalam sirkulasi nutrisi ke otak.
D. KLASIFIKASI
SISTEM SARAF PUSAT
Obat yang bekerja
terhadap SSP dapat dibagi dalam beberapa golongan besar, yaitu:
1)
Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan
atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan
tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh SSP,
yakni antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin)).
2)
Untuk gangguan
neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan penyakit
Parkinson.
3)
Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika
umum, dan lokal.
4)
Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002). Umumnya semua
obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah tahapan
dalam hantaran kimia sinap (tergantung kerja transmitter)
E. OBAT PERANGSANG SISTEM SARAF PUSAT
Obat Perangsang
Sistem Saraf Pusat antara lain :
a)
AMFETAMIN
Indikasi : untuk narkolepsi, gangguan penurunan
perhatian
Efek samping : Euforia
dan kesiagaan, tidak dapat tidur, gelisah, tremor, iritabilitas dan beberapa masalah kardiovaskuler (Tachicardia, palpitasi, aritmia, dll)
Farmakokinetik : waktu paruh 4-30 jam, diekskresikan lebih cepat pada urin asam
daripada urin basa
Dosis
:
Dewasa
: 5-20 mg
Anak
> 6 th : 2,5-5 mg/hari
Reaksi yang merugikan
: menimbulkan efek- efek yang buruk pada sistem saraf pusat, kardiovaskuler,
gastroinstestinal, dan endokrin.
b)
METILFENIDAT
Indikasi : pengobatan
depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, syndrome hiperkinetik pada
anak
dosis pemberian :
Anak : 0.25 mg/kgBB/hr
Dewasa : 10 mg 3x/hr
Efek samping : insomnia, mual,
iritabilitas, nyeri abdomen, nyeri kepala, Tachicardia
Kontraindikasi : hipertiroidisme, penyakit ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsikan melalui
saluran cerna dan diekskresikan melalui
urin,
dan waktu paruh plasma antara 1-2 jam
Farmakodinamik
: mula- mula :0,5 –
1 jam P : 1 – 3 jam, L : 4-8 jam.
Reaksi yang merugikan :
takikardia, palpitasi, meningkatkan hiperaktivitas.
c)
KAFEIN
Indikasi :
menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat,
perangsang pusat pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang
pernafasan pada apnea bayi prematur
Efek samping : sukar tidur, gelisah, tremor,
tachicardia, pernafasan lebih cepat
Dosis pemberian :
apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr
keracunan
obat depresan : 0.5-1 gr kafein Na-Benzoat (Intramuskuler)
Kontraindikasi
: diabetes, kegemukan, hiperlipidemia, gangguan migren, sering
gelisah (anxious ).
Farmakokinetik
: kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan diabsorbsikan dengan cepat setelah
pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui urin
Reaksi
yang merugikan : dalam jumlah yang lebih dari 500 mg akan mempengaruhi SSP
dan jantung.
d)
NIKETAMID
Indikasi
: merangsang pusat pernafasan
Dosis : 1-3 ml untuk perangsang pernafasan
Efek
samping : pada dosis berlebihan menimbulkan kejang
Farmakokinetik
: diabsorbsi dari segala tempat pemberian tapi lebih efektif dari IV
e)
DOKSAPRAM
Indikasi : perangsang pernafasan
Efek samping : hipertensi, tachicardia, aritmia, otot kaku, muntah
Farmakokinetik :
mempunyai masa kerja singkat dalam SSP
Dosis :
0.5-1.5 mg/kgBB secara IV
F.
JENIS
OBAT – OBAT SISTEM SARAF PUSAT
DAN MEKANISME KERJANYA
1) Obat Anestetik
Obat anestetik adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacan-macam tindakan operasi.
a. Anestetik
Lokal
Obat yang merintangi secara reversible
penerusan impuls-impuls syaraf ke SSP (susunan syaraf pusat) pada kegunaan
lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin.
Penggunaan:
Anestetik lokal umumnya digunakan secara parenteral misalnya
pembedahan kecil dimana pemakaian anestetik umum tidak dibutuhkan.
Anestetik local dibagi menjadi 3 jenis :
a)
anestetik permukaan, digunakan secara local untu melawan rasa
nyeri dan gatal, misalnya larutan atau tablet hisap untuk menghilangkan rasa
nyeri di mulut atau leher, tetes mata untuk mengukur tekana okuler mata atau
mengeluarkan benda asing di mata, salep untuk menghilangkan rasa nyeri akibat
luka bakar dan suppositoria untuk penderita ambient/ wasir.
b)
Anestetik filtrasi yaitu suntikan yang diberikan ditempat yang
dibius ujung-ujung sarafnya, misalnya pada daerah kulit dan gusi
c)
Anestetik blok atau penyaluran saraf yaitu dengan penyuntikan
disuatu tempat dimana banyak saraf terkumpul sehingga mencapai daerah
anestesi yang luas misalnya pada pergelangan tangan atau kaki. Obat
– obat anestetik local umumnya yang dipakai adalah garam
kloridanya yang mudah larut dalam air.
Persyaratan
anestetik local
Anestetik
local dikatakan ideal apabila memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
a) tidak merangsang
jaringan
b) tidak mengakibatkan
kerusakan permanen terhadap susunan saraf sentral
c) toksisitas sistemis
rendah
d) efektif pada
penyuntikan dan penggunaan local
e) mula kerja dan daya
kerjanya singkat untuk jangka waktu cukup lama
f) larut dalam air dengan
menghasilakan larutan yang stabil dan tahan pemanasan
Efek samping
Eek samping dari pengguna anestetik
local terjadi akibat khasiat dari kardiodepresifnya ( menekan fungsi jantung ),
mengakibatkan hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
Penggolongan
Secara
kimiawi anestetik local dibagi 3 kelompok yaitu :
1.
Senyawa ester, contohnya prokain, benzokain, buvakain,
tetrakain, dan oksibuprokain
2.
Senyawa amida, contohnya lidokain, mepivikain, bupivikain,,
cinchokain dll.
3.
Semua kokain, semua obat tersebut diatas dibuat sintesis.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
a) Bupivikain
Indikasi : anestetik lokal
b) Etil klorida
Indikasi : anestetik local Efek samping : menekan pernafasan,
gelisah dan mual
c)
Lidokain
Indikasi : anestesi filtrasi dan anestesi permukaan, antiaritmia
Efek samping : mengantuk
d)
Benzokain
Indikasi : anestesi permukaan dan menghilangkan rasa nyeri dan
gatal
e)
Prokain ( novokain )
Indikasi : anestesi filtrasi dan permukaan
Efek samping: hipersensitasi
f)
Tetrakain Indikasi : anestesi filtrasi
g)
Benzilalkohol Indikasi : menghilangkan rasa gatal, sengatan
matahari dan gigi Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping: menekan pernafasan
b) Anestetika Umum
Obat yang
dapat menimbulkan suatu keadaan depresi pada pusat- pusat syaraf tertentu
yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi oleh suatu anestetik umum :
1. berbau enak dan tidak
merangsang selaput lender
2. mula kerja cepat tanpa
efek samping
3. sadar kembalinya tanpa
kejang
4. berkhasiat analgetik
baik dengan melemaskan otot-otot seluruhnya
5. Tidak menambah
pendarahan kapiler selama waktu pembedahan
Efek samping
Hampir semua anestetik
inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping yang terpenting diantaranya adalah
:
a.
Menekan pernafasa, paling kecil pada N2O, eter dan trikloretiken
b.
Mengurangi kontraksi jantung, terutama haloten dan metoksifluran
yang paling ringan pada eter
c.
Merusak hati, oleh karena sudah tidak digunakan lagi seperti
senyawa klor · Merusak ginjal, khususnya metoksifluran
Penggolongan
Menurut penggunaannya
anestetik umum digolongkan menjadi 2 yaitu:
1.
Anestetik injeksi, contohnya diazepam, barbital ultra short
acting ( thiopental dan heksobarbital )
2.
Anestetik inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran
pernafasan. Contohnya eter, dll.
Sediaan, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
a) Dinitrogen monoksida
Indikasi : anestesi inhalasi
b) Enfluran Indikasi :
anestesi inhalasi ( untuk pasien yang tidak tahan eter)
Efek samping : menekan pernafasan, gelisah, dan mual
c)
Halotan Indikasi :anestesi inhalasi
Efek samping : menekan pernafasan, aritmia, dan hipotensi
d)
Droperidol
Indikasi : anestesi inhalasi
e)
Eter
Indikasi : anestesi inhalasi
Efek samping : merangsang mukosa saluran pernafasan
f)
Ketamin hidroklorida
Indikasi : anestesi inhalasi
efek samping : menekan pernafasan (dosis tinggi ), halusinasi
dan tekanan darah naik.
g)
Tiopental Indikasi : anestesi injeksi pada pembedahan kecil
seperti di mulut Kontra indikasi : insufiensi sirkulasi jantung dan hipertensi
Efek samping : menekan pernafasan
2)
Obat Hipnotik dan
Sedatif
Hipnotik
atau obat tidur berasal dari kata hynops yang berarti tidur, adalah obat yang
diberikan malam hari dalam dosis terapi dapat mempertinggi keinginan tubuh
normal untuk tidur, mempermudah atu menyebabkan tidur. Sedangkan sedative
adalah obat obat yang menimbulkan depresi ringan pada SSP tanpa menyebabkan
tidur, dengan efek menenangkan dan mencegah kejang-kejang. Yang termasuk
golongan obat sedative hipnotik adalah, Ethanol (alcohol), Barbiturate, fenobarbital, Benzodiazepam,
methaqualon.
Insomnia dan
pengobatannya
Insomnia
atau tidak bisa tidur dapat disebabkan oleh factor-faktor seperti : batuk,rasa
nyeri, sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun depresi.
Factor penyebab ini harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai
seperti:Antussiva, anelgetik, obat-obat vasilidator, anti depresiva, sedative
atau tranquilizer.
Insomnia
dan pengobatannya
Insomnia
atau tidak bisa tidur dapat disebabkan oleh factor-faktor seperti : batuk,rasa
nyeri, sesak nafas, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan, ataupun depresi.
Factor penyebab ini harus dihilangkan dengan obat-obatan yang sesuai
seperti:Antussiva, anelgetik, obat-obat vasilidator, anti depresiva, sedative
atau tranquilizer.
Persyaratan obat tidur
yang ideal
1.
Menimbulkan suatu keadaan yang sama dengan tidur normal
2.
Jika terjadi kelebihan dosis, pengaruh terhadap fungsi lain dari
system saraf pusat maupun organ lainnya yang kecil.
3.
Tidak tertimbun dalam tubuh
4.
Tidak menyebabkan kerja ikutan yang negative pada keesokan
harinya
5.
Tidak kehilangan khasiatnya pada penggunaan jangka panjang
Efek samping
Kebanyakan obat tidur memberikan efek
samping umum yng mirip dengan morfin antara lain :
1.
Depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, contihnya
flurazepam, kloralhidrat, dan paraldehida.
2.
Tekanan darah menurun, contohnya golongan barbiturate.
3.
Hang-over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti mual,
perasaan ringan di kepala dan pikiran kacau, contohnya golongan benzodiazepine
dan barbiturat.
4.
Berakumulasi di jaringan lemak karena umumnya hipnotik bersifat
lipofil.
Penggolongan
Secara kimiawi, obat-obat hipnotik digolongkan
sebagai berikut :
1.
Golongan barbiturate, seperti fenobarbital, butobarbital,
siklobarbital, heksobarbital,dll.
2.
Golongan benzodiazepine, seperti flurazepam, nitrazepam,
flunitrazepam dan triazolam.
3.
Golongan alcohol dan aldehida, seperti klralhidrat dan
turunannya serta paraldehida.
4.
Golongan bromide, seperti garam bromide ( kalium, natrium, dan
ammonium ) dan turunan ure seperti karbromal dan bromisoval.
5.
Golongan lain, seperti senyawa piperindindion (glutetimida ) dan
metaqualon.
Obat generik,
indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
a.
Diazepam Indikasi : hipnotika dan sedative, anti konvulsi,
relaksasi, relaksasi otot dan anti ansietas (obat epilepsi).
b.
Nitrazepam Indikasi : seperti indikasi diazepam
c.
Efek samping : pada pengguanaan lama terjadi kumulasi dengan
efek sisa (hang over ), gangguan koordinasi dan melantur.
d.
Flunitrazepam Indikasi : hipnotik, sedatif, anestetik
premedikasi operasi. Efek samping : amnesia (hilang ingatan )
e.
Kloral hidrat Indikasi : hipnotika dan sedatif Efek samping:
merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
f.
Luminal Indikasi : sedative, epilepsy, tetanus, dan keracunan
strikhnin.
3)
Obat Psikofarmaka /
psikotropik
Obat
psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, dan
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Psikofarmaka dibagi dalam 3
kelompok:
1.
Obat yang menekankan
fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
a.
Neuroleptika yaitu obat yang berkerja sebagai anti psikotis dan
sedative yang dikenal dengan Mayor Tranquilizer. Neuroleptika mempunyai
beberapaa khasiat :
1.
Anti psikotika, yaitu dapat meredakan emosi dan agresi,
mengurangi atau menghilangkan halusinasi, mengembalikan kelakuan abnormal dan
schizophrenia
2.
Sedative yaitu menghilangkan rasa bimbang, takut dan gelisah,
contoh tioridazina.
3.
Anti emetika, yaitu merintangi neorotransmiter ke pusat muntah,
contoh proklorperezin.
4.
Analgetika yaitu menekan ambang rasa nyeri, contoh
haloperidinol.
Efek samping
1.
Gejala ekstrapiramidal yaitu kejang muka, tremor dan kaku
anggota gerak karena disebabkan kekurangan kadar dopamine dalam otak.
2.
Sedative disebabkan efek anti histamine antara lain
mengantuk,lelah dan pikiran keruh.
3.
Diskenesiatarda, yaitu gerakan tidak sengaja terutama pada otot
muka (bibir, dan rahang )
4.
Hipotensi, disebabkan adanya blockade reseptor alfa adrenergic
dan vasolidasi.
5.
Efek anti kolinergik dengan cirri-ciri mulut kering, obstipasi
dan gangguan penglihatan.
6.
Efek anti serotonin menyebabkan gemuk karena menstimulasi nafsu
makan
7.
Galaktore yaitu meluapnya ASI karena menstimulasi produksi ASI
secara berlebihan
b. Ataraktika/
anksiolitika yaitu obat yang bekerja sedative, relaksasi otot dan anti konvulsi
yang digunakan pada gangguan akibat gelisah/ cemas, takut, stress dan gangguan tidur, dikenal dengan Minor Tranquilizer. Penggolongan obat-obat
ataraktika dibagi menjadi 2 yaitu :
1.
Derivat
Benzodiazepin
2.
Kelompok
lain, contohnya : benzoktamin, hidrosizin dan meprobramat.
2.
Obat yang menstimulasi
fungsi psikis terhadap susunan saraf pusat
dibagi Anti Depresiva, dibagi
menjadi thimoleptika yaitu obat yang dapat melawan melankolia dan memperbaiki
suasana jiwa serta thimeritika yaitu menghilangkan inaktivitas fisik dan mental
tanpa memperbaiki suasana jiwa. Secara umum anti depresiva dapat memperbaiki
suasana jiwa dan dapat menghilangkan gejala-gejala murum dan putus asa. Obat
ini terutama digunakan pada keadaan depresi, panic dan fobia.
Anti depresiva dibagi dalam 2 golongan :
1. Anti depresiva
generasi pertama, seringkali disebut
anti depresiva trisiklis dengan
efek samping gangguan pada system otonom dan jantung. Contohnya
imipramin dan amitriptilin.
2. Anti deprisiva
generasi kedua, tidak
menyebabkan efek anti
kolinergik dan gangguan jantung,
contohnya meprotilin dan mianserin.
b. Psikostimulansia yaitu obat yang dapat mempertinggi inisiatif, kewaspadaan dan prestasi fisik dan mental dimana rasa letih dan kantuk
ditangguhkan,
memberikan rasa nyaman
dan kadang perasaan tidak nyaman tapi bukan depresi.
3. Obat yang mengacaukan
fungsi mental tertentu seperti zat-zat halusinasi, pikiran, dan
impian/ khayal.
4)
Obat Antikonvulsan
Obat
mencegah & mengobati bangkitan epilepsi. Contoh : Diazepam,
Fenitoin,Fenobarbital, Karbamazepin, Klonazepam.
5)
Obat
Pelemas otot / muscle relaxant
obat
yg mempengaruhi tonus otot
6)
Obat Analgetik atau
obat penghalang nyeri
Obat
atau zat-zat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Sedangkan bila menurunkan panas disebut Antipiretika.
Atas
kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1.
Analgetik Perifer (non narkotik )
analgetik ini tidak dipengaruhi system saraf pusat. Semua
analgetik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu.
Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggolongan
a.
Berdasarkan rumus
kimianya analgetik perifer digolongkan menjadi :
1.
Golongan salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau
aspirin. Obat ini diindikasikan untuk sakit kepala, neri otot, demam. Sebagai
contoh aspirin dosis kecil digunakan untuk pencegahan thrombosis koroner
dan cerebral. Asetosal adalah analgetik antipirentik dan anti inflamasi yang
sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Efek sampingnya yaitu
perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi lambung dan saluran cerna.
2.
Golongan para aminofenol
Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol ). Efek
samping golongan ini serupa denga salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi
nyeri ringan sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam,
dengan mekanisme efek sentral. Efek samping dari parasetamol dan kombinasinya
pada penggunaan dosis besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan hati.
3.
Golongan pirazolon(dipiron) Dipiron sebagai analgetik
antipirentik, karena efek inflamasinya lemah. Efek samping semua derivate
pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan
trombositopenia.
4.
Golongan antranilat
Digunakan sebagai analgetik karena sebagai anti inflamasi kurang
efektif dibandingkan dengan aspirin. Efek samping seperti gejala iritasi mukosa
lambung dan gangguan saluran cerna sering timbul.
Penggunaan
:
Obat-obat
ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga
berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan
sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman,
selesma, pilek) dan peradangan seperti rematik dan encok.
Efek samping :
Yang
paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan
ginjal dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi
pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan
anal-getika secara kontinu tidak dianjurkan
2.
Analgetik
Narkotik
Khusus
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat,
yaitu:
1.
Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol,
asetosal.
2.
Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
3.
Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
4.
Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik
narkotik adalah sebagai berikut :
1.
Alkaloid alam : morfin,codein
2.
Derivate semi sintesis : heroin
3.
Derivate sintetik : metadon, fentanil
4.
Antagonis morfin : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.
Obat generik,
indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
1.
Morfin
Indikasi : analgetik selama dan setelah pembedahan
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut,
penyakit perut akut.
Efek
samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi pada over
dosis.
2.
Kodein fosfat
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut,
penyakit perut akut
Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi
over dosis
3.
Fentanil
Indikasi : nyeri kronik yang sukar diatasi pada kanker
Konta
indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit akut
Efek
samping: mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
4.
Petidin HCl
Indikasi : nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi:
depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut Efek samping :
mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
5.
Tremadol HCl
Indikasi : nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi:
depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping : mual,
muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
6.
Nalorfin, Nalokson
Adalah antagonis morfin, bekerja meniadakan semua khasiat morfin
dan bersifat analgetik. Khusus digunakan pada kasus overdosis atau intoksikasi
obat-obat analgetik narkotik.
7.
Antipiretik
adalah zat-zat yg dapat mengurangi suhu tubuh
8)
Obat Antimigrain
Obat
yang mengobati penyakit berciri serangan-serangan berkala dari nyeri hebat pada
satu sisi.
9)
Obat Anti
Reumatik
Obat
yang digunakan untuk mengobati atau menghilangkan rasa nyeri pada sendi/otot,
disebut juga anti encok. Efek samping berupa gangguan lambung usus, perdarahan
tersembunyi (okult ), pusing, tremor dan lain-lain. Obat generiknya
Indomestasin, fenilbutazon, dan piroksikam.
10)
Obat
Anti Depresan
Obat
yang dapat memperbaiki suasana jiwa dapat menghilangkan atau meringankan
gejala-gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial,
ekonomi dan obat-obatan serta penyakit.
11)
Neuroleptika
Obat
yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis (jiwa) tertentu tanpa menekan
fungsi-fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Obat ini digunakan
pada gangguan (infusiensi) cerebral seperti mudah lupa, kurang konsentrasi dan
vertigo. Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan jangka pendek dan
konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari- jari dingin, dan depresi.
Obat
generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping:
a.
Piracetam Obat ini diindikasikan untuk gejala dengan proses
menua seperti daya ingat berkurang, terapi pada anak seperti kesulitan
belajar.
b.
Pyritinol HCl Obat ini diindikasikan untuk pasca trauma otak,
perdarahan otak, gejala degenerasi otak sehubungan gangguan metabolism.
c.
Mecobalamin Obat ini diindikasikan untuk terapi neuropati
perifer.
12)
Obat Antiepileptika
Obat
yang dapat menghentikan penyakit ayan, yaitu suatu penyakit gangguan syaraf
yang ditimbul secara tiba-tiba dan berkala, adakalanya disertai
perubahan-perubahan kesadaran. Penyebab antiepileptika : pelepasan muatan
listrik yang cepat, mendadak dan berlebihan pada neuron-neuron tertentu dalam
otak yang diakibatkan oleh luka di otak( abses, tumor, anteriosklerosis ),
keracunan timah hitam dan pengaruh obat-obat tertentu yang dapat memprovokasi
serangan epilepsi. Jenis – Jenis Epilepsi :
1.
Grand mal (tonik-tonik umum ) Timbul serangan-serangan yang
dimulai dengan kejang-kejang otot hebat dengan pergerakan kaki tangan tak sadar
yang disertai jeritan, mulut berbusa,mata membeliak dan disusul dengan pingsan
dan sadar kembali.
2.
Petit mal Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai
kejang.
3. Psikomotor (serangan
parsial kompleks) Kesadaran terganggu hanya sebagian tanoa hilangnya ingatan
dengan memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau
berjalan dalam lingkaran.
Penggunaan
1.
untuk menghindari sel-sel otak
2.
mengurangi beban social dan psikologi pasien maupun keluarganya
3
3.
profilaksis/pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang
Penggolongan
a.
Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper
semua jenis epilepsi. Contoh fenitoin.
b.
Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling
sering digunakan pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
c.
Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat
antidepresif dan anti konvulsif.
d.
Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot,
hipnotika dan antikonvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam
yang aktif,klorazepam, klobazepam.
e.
Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy
umum tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi
asam valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid
Obat generik,
indikasi, kontra indikasi, efek samping
1.
Fenitoin
Indikasi : semua jenis epilepsi,kecuali petit mal, status
epileptikus
Kontra indikasi: gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala
tremor, insomnia.
2.
Penobarbital
Indikasi : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status
epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping :mengantuk, depresi mental
3.
Karbamazepin Indikasi : epilepsi semua jenis kecuali petit mal
neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi
sumsum tulang Efek samping : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung
4.
Klobazam
Indikasi
: terapi tambahan pada
epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas. Kontra indikasi: depresi pernafasan
efek
samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia ketergantungan kadang-kadang nyeri kepala, vertigo
hipotensi.
5.
Diazepam
Indikasi
: status epileptikus,
konvulsi akibat keracunan
Kontra
indikasi: depresi pernafasan efek samping : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia, ketergantungan, kadang nyeri kepala
13)
Obat Antiemetika
Obat
untuk mencegah / menghentikan muntah akibat stimulasi pusat muntah yang
disebabkan oleh rangsangan lambung usus, melalui CTZ (Cheme Receptor Trigger
Zone) dan melalui kulit otak.
Penggunaan :
Antiemetika
diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut :
1.
Mabuk jalan
2.
Mabuk kehamilan
3.
Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu seperti pada pengobatan dengan
radiasi atau obat-obat sitostatik.
Penggolongan
1.
Anti histamine
Efek samping anti
histamine ini adalah mengantuk. Anti histamine yang dipaki adalah sinarizin,
dimenhidrinat, dan prometazin, toklat.
2. Dopamin blokersinarizin
3. Metoklopramid dan fenotiazin
Bekerja
secara selektif merintangi reseptor dopamine ke chemo reseptor trigger zone
tetapi tidak efektif untuk motion sickness. Obat yng dipaki adalah klorpromazin
HCl,perfenazin, proklorperazin dan trifluoperazin.
4.
Domperidon
Bekerja berdasarkan peringatan reseptor dopamine ke CTZ. Efek samping jarang
terjadi hanya berupa kejang-kejang usus. Obat ini dipaki pada kasus mual dan
muntah yang berkaitan dengan obat-obatan sitostatika
5.
Antagonis serotonin Bermanfaat pada pasien mual, muntah yang
berkaitan dengan obat-obatan sitostatika.
Obat generic, indikasi, kontra indikasi, efek
samping
1. Sinarizin
Indikasi : kelainan vestibuler seperti
vertilago, tinnitus, mual dan muntah. Kontra indikasi : kehamilan/ menyusui,
hipotensi, dan serangan asma
Efek samping : gejala ekstra pyramidal,
mengantuk, sakit kepala
2. Dimenhidrinat
Indikasi : mual, muntah, vertigo, mabuk
perjalanan dan kelainan labirin
Kontra indikasi : serangan asma akut, gagal
jantung dan kehamilan
Efek samping : mengantuk dan gangguan
psikomotor
3. Klorpromazin HCl
Indikasi : mual
dan muntah
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping :
mengantuk, gejala ekstra
piramidal
4. Perfenazin
Indikasi : mual
dan muntah berat
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping :
mengantuk, gejala ekstra
piramidal
5. Proklorperazin
Indikasi : mual
dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping :
mengantuk, gejala ekstra
piramidal
6.
Trifluoperazin
Indikasi :mual dan muntah berat
Kontra
indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek
samping : mengantuk, gejala
ekstra pyramidal
14)
Obat
Parkinson (penyakit gemetaran )
Obat
yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkison yang ditandai dengan gejala
tremor, kaku otot,gangguan gaya berjalan, gannguan kognitif, persepsi, dan daya
ingat. Penyakit ini terjadi akibat proses degenerasi yang progresif dan sel-sel
otak sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi neurotransmitter yaitu dopamin.
Gejala –
gejala Parkison dapat dikelompokan sebagai berikut
:
a.
Gangguan motorik positif, misalnya terjadi tremor dan rigiditas.
b.
Gangguan negative misalnya terjadi hipokinesia.
c.
Gejala vegetatif, seperti air liur dan air mata berlebihan, muka
pucat dan kaku.
d.
Gangguan psikis, seperti berkurangnya kemampuan mengambil
keputusan, merasa tertekan.
Penyebab penyakit
Parkinson : v Idiopatik (tidak diketahui sebabnya) v Radang, trauma,
anterosklerosis pada otak. Efek samping obat psikofarmaka
Penggunaan
meskipun
pengobatan parkison tidak dapat mencegah progesi penyakit, tetapi sangat
memperbaiki kualitas dan harapan hidup kebanyakan pasien. Karena itu pemberian
obat sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sedikit demi
sedikit.
Penggolongan
Berdasarkan
cara kerjanya dibagi menjadi :
1.
Obat anti muskarinik, seperti triheksifenidil/ benzheksol,
digunakan pada pasien dengan gejala ringan dimana tremor adalah gejala yang
dopamin.
2.
Obat anti dopaminergik, seperti levodopa, bromokriptin. Untuk
penyakit Parkinson idiopatik, obat pilihan utama adalah levodopa.
3.
Obat anti dopamine antikolinergik, seperti amantadine.
4.
Obat untuk tremor essensial, seperti haloperidol, klorpromazine,
primidon.
Obat generic,
indikasi, kontra indikasi dan efek samping
a.
Triheksifenidil Mempunyai daya antikolinergik yang dapat
memperbaikintremor, tetapi kurang efektif terhadap akinesia dan kekakuan.
b.
Biperidin Derivate yang terutama efektif terhadap akinesia dan
kekakuan, kurang aktif terhadap tremor.
Efek samping kurang lebih sama.
Indikasi : Parkinson, gangguan ektrapiramidal karena obat.
Kontra indikasi : retensi urine, glaucoma, tersumbatnya saluran
cerna
efek samping : gangguan lambung usus, mulut kering, gangguan
penglihatan dan efek-efek sentral.
c.
Levodopa Levodopa terutama efektif terhadap hipokinesia dan
kekakuan, sedangkan terhadap tremor umumnya kurang efektif dibandingkan dengan
antikolinergik. Indikasi : parkinsonisme bukan karena obat
Kontra indikasi : glukoma, penyakit psikiatri berat
efek samping :anoreksia, mual, muntah, insomnia
d.
Bromokriptin Bekerja sebagai antagonis dopamine, obat ini semula
digunakan pada pasien-pasien parkison hanya dimana efek-efek dopa berkurang
setelah beberapa tahun dan efeknyapun menjadi singkat, bersamaan dengan lebih
seringnya terjadi efek samping.
Indikasi : parkinsonisme
Efek samping :gangguan lambung usus, pada dosis tinggi
halusinasi, gangguan psikomotor dll.
e.
Amantadine Obat anti influenza ini secara kebetulan ditemukan
daya anti parkisonnya.
efek samping : lebih ringan dari levodopa, pada dosis biasa
tidak sring terjadi antara lain mulut kering, gangguan penglihatan, hipotensi
ortostatik, kadang-kadang terjadi udema mata kaki. ekanisme kerja melalui
memperbanyak pelepasan dari ujung-ujung saraf.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah substansi
yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status
kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan
terapeutik / menyembuhkan.
B. SARAN
Adapun saran-saran dalam penulisan
makalah ini adalah :
·
Dapat
mengetahui dan dapat meningkatkan wawasan tentang Obat.
·
Dengan
disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami arti obat serta dapat memberikan kritik dan saran nya
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian saran yang
dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi semua pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R:farmakologi, pendekatan proses keperawatan: EGC, Jakarta.1996
Tan, Hoan, Tjay dan Raharja, Kirana:
obat-obat penting, edisi keempat:1991
Muschleir, emst, dinamika
obat, edisi kelima, penerbit ITB, Bandung: 1991 4. Purwanto, SL dan
Istiantoro, Yati. 1992. DOI(Data Obat
DiIndonesia). Jakarta: PT. Grafindian Jaya.
Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi
Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R.1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta :EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar